Duaiyo, Si Blekok Sawah Dari Gorontalo Utara


Sore menjelang di Desa Mootinelo, Gorontala Utara, saat saya dan teman saya sedang menikmati perjalanan, terlihat lima ekor burung terbang beriringan di atas kepala saya.
“Burung apa, tuh?” tanya saya kepada teman saya. “ Wah..nggak tahu saya”, jawab teman saya. Saya hanya bisa melihat sekilas warna dan corak. Warna kuning dan putih, ukuran lebih besar dari dara. “ Aahh..sungguh keterangan yang teramat minim untuk diidentifikasi”, batin saya.


Saya jadi teringat waktu mahasiswa tingkat satu, saya diajarkan untuk mengidentifikasi burung menggunakan suara, bentuk tubuh, ukuran tubuh, warna dan bentuk paruh, warna dan bentuk kaki. Beberapa ciri khusus mungkin dapat teramati dengan mata telanjang, tapi beberapa detil warna pada bagian tubuh perlu diamati lebih lanjut menggunakan teropong.
Habitat burung juga tidak boleh diabaikan, apakah burung berada di pantai, di laut, di sawah atau di pegunungan. Nah, Desa Mootinelo merupakan desa yang letaknya dekat pesisir pantai. Jadi jenis burung kebanyakan adalah jenis burung air.
Saya mencoba pasrah saat saya tidak mampu identifikasi burung yang saya lihat. Selain saya tidak membawa teropong, keterbatasan kamera yang saya bawa pun tidak mencukupi untuk membantu identifikasi.
Beberapa waktu berselang, saya akhirnya bertemu lagi dengan burung yang sama. Dan setelah saya amati dan saya lihat di buku panduan, akhirnya saya tahu bahwa jenis burung tersebut adalah Ardeola speciosa alias Blekok Sawah.
Pak Haji dan Blekok sawah
Di suatu sore saat saya berkunjung ke rumah makan di Desa Tomilito, saya melihat jenis Blekok sawah di belakang rumah makan yang juga kost saya. Hamparan sawah luas membuat si blekok sawah ini puas mencari makan.
“Foto apa, Mbak?” tanya pemilik rumah makan dan pemilik kost. Pak Haji, begitu ia akrab disapa, mungkin agak heran melihat saya yang sedang asyik menangkap gambar si blekok sawah.
“Blekok sawah, Pak. Sejenis burung,” jawab saya.
“Yang mana?” tanya Pak Haji lagi. Sepertinya ia mulai tertarik dengan aktivitas pengamatan burung yang saya lakukan. Saya lalu menunjuk satu burung yang memiliki panjang sekitar 45 cm itu.
“Ooh, di sini kita menyebutnya duaiyo,” lanjut Pak Haji.
Saya dan Pak Haji lantas bertukar nama burung kemudian saling mencoba melafalkan nama yang kami anggap asing itu. Satu jenis burung bisa memiliki banyak nama, tergantung daerahnya masing-masing. Blekok sawah sendiri sering pula disebut dengan nama kuntul saja. Sedangkan Ardeola speciosa merupakan nama latin yang dapat dikenali oleh siapa saja di belahan bumi manapun.
Saya kemudian menjelaskan kepada Pak Haji tentang karakteristik duaiyo ini. Duaiyo, atau blekok sawah merupakan burung air yang memiliki tubuh berwarna putih, punggung warna hitam, bagian kepala sampai leher berwarna kuning kecoklatan, warna mata, paruh, dan kaki berwarna kuning. Kaki panjang seperti burung air pada umumnya. Burung ini tidak memiliki suara yang khas, tapi jumlah dan keberadaannya dapat dengan mudah teramati di areal persawahan, tambak, atau mangrove.
Melestarikan habitat blekok sawah tentu merupakan langkah utama agar burung ini tidak punah. Selain itu, perlu diberikan penyadaran kepada masyarakat untuk tidak melakukan perburuan liar yang merugikan burung air ini. Penggunaan pestisida juga diharapkan berkurang agar tak mengganggu pakan blekok sawah.

Penulis dan Foto : Sari Yulianti
Cover foto : Iwan Londo
Tulisan ini adalah hasil dari lomba menulis BuNu 2012

Jika Anda menyukai Artikel KPB Nectarinia, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di web blog KPB Nectarinia
Share this post :
Comments
0 Comments

Posting Komentar

English Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
 
Support : HIMBIO Oryza sativa | Majalah Hayati | Macro Pocket
Copyright © 2013. KPB NECTARINIA UIN JAKARTA - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger